Membaca Kitab Karangan Ulama Senikmat Membaca Novel?

Bisakah kita membaca buku agama yang syar’i karangan ulama/ustadz yang memiliki ilmu yang kredibel & bisa dipertanggungjawabkan dalilnya senikmat membaca novel karya novelis yang terkenal & pandai “menyihir” para pembaca dengan sastranya?

Sangat bisa!

Ini soal niat, tekad, kekuatan minat baca, kenyamanan, dan faktor-faktor lainnya yang menggerakkan tangan untuk meraih buku & membuka mata untuk menelaah setiap kalimat sesuai dengan tujuan kita membacanya; dunia dan/atau akhirat.

Jika membaca novel dengan suasana yang nyaman (seperti: duduk di bawah pohon rindang seraya menikmati secangkir teh hangat dan alunan murottal qur’an) mampu mengubah suasana seolah-olah kita sedang menyaksikan langsung berjalannya alur novel di depan mata kita, maka dengan kondisi seperti ini kita bisa mengganti novel dengan buku agama. Semudah itu, sebenarnya.

Maka bisa kita rasakan atmosfer yang berbeda antara kisah Tegar yang ingin menikahi Sekar namun masih mencintai Rosie yang ditinggal mati oleh Nathan, dengan kisah Nabi Muhammad ﷺ beserta para sahabat, serta orang-orang yang mengikutinya sejak zaman para tabi’in, tabi’ut tabi’in, sampai sekarang. Contoh uniknya seperti Syu’bah rahimahullah yang mengungkapkan bahwa dahulu di zaman beliau mencari 1 hadits itu harus merogoh kocek yang cukup banyak sampai ia menjual baskom ibunya seharga 7 dinar untuk mencarinya, Imam Rabiah rahimahullah yang rela menjual atap rumahnya untuk mencari 1 hadits, Imam Masruk rahimahullah yang berkelana mengejar seorang syaikh yang memiliki ilmu tafsir Al-Qur’an (dari Madinah kalau saya tidak salah) ke Iraq, dan langsung melanjutkan perjalanan ke Syam karena syaikh tersebut pindah kesana. Dahulu tidak ada motor, hanya unta.

Dan seterusnya.

Apa alasan yang perlu kita permasalahkan ketika buku-buku agama tidak kita baca? Malu dan merasa tidak segan? Jika ya, sebenarnya itu bukan sebuah alasan yang membuat kegiatan gemar membaca buku agama terhenti karenanya. Sebab, kewajiban kita ialah menuntut ilmu. Sesederhana itu.

— #Iqro (Siang, 03/09/2019)

Tinggalkan komentar

Situs yang Dikembangkan dengan WordPress.com.

Atas ↑

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Ayo mulai